Tatswiib (ash-Shalâtu Khairun Minan Naum) Dalam Adzan Subuh
TATSWIIB (ASH-SHALATU KHAIRUN MINAN NAUM) DALAM ADZAN SUBUH
Pertanyaan.
Saya mau bertanya tentang tatswiib pada adzan subuh, apakah itu termasuk sunnah ataukah bid’ah ?
Jawaban.
at-Tatswiib ( التثويب) adalah istilah untuk menyebutkan ucapan muadzdzin “ash-Shalâtu Khairun Minan Naum” dua kali setelah mengucapkan “Haiya ‘Alal Falâh” dua kali dalam adzan Subuh. at- Tatswiib disyari’atkan dengan dasar hadits Abul Mahdzurah yang berbunyi :
فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتُ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Jika shalat Subuh aku mengucapkan :
الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
[HR Abu Dâud no. 501, an Nasâ’i (2/7-8) dan Ahmad 3/408 dan dishahihkan al-Albâni dalam Takhrîjul Misykah no. 645]
Penulis kitab Shahih Fiqhis Sunnah menyatakan, “al-Tatswiib dalam adzan Subuh telah diriwayatkan dari hadits Bilâl, Sa’ad al Qartz, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Na’im al Nahâm, A’isyah, Abu al-Mahdzûrah, namun dalam sanad-sanadnya ada kelemahan dan yang terbaik dari semuanya yaitu tiga riwayat terakhir. Tiga riwayat ini dan seluruh riwayat lainnya telah menunjukkan bahwa alTatswîb dalam adzan Subuh itu disyarai’atkan.[1]
Adapun tentang kapan taswîb itu diucapkan, maka disini ada dua pendapat Ulama. Apakah diucapkan pada adzan pertama yaitu adzan sebelum waktu Subuh tiba ataukan adzan kedua yang dilakukan setelah waktu Subuh tiba ?
Pendapat Pertama : Menyatakan bahwa at-tatswîb dilakukan pada adzan pertama yang dikumandangkan sebelum masuk waktu Subuh.
Pendapat ini dirâjihkan oleh al-Albâni rahimahullah. Beliau rahimahullah menyatakan, “at-Tatswîb disyari’atkan hanya di adzan awal Subuh yang dikumandangkan sekitar seperempat jam sebelum masuk waktu Subuh, dengan dasar hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :
كَانَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ
Pada adzan pertama setelah al Falâh, ada
الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ
(Shalat itu lebih baik daripada tidur) dibaca dua kali. Diriwayatkan al Baihaqi (1/423), juga at-Thahâwi rahimahullah dalam Syarhul Ma’âni (1/82) dan sanadnya hasan. Sebagaimana disampaikan al-Hâfidz. Sedangkan hadits Abu al Mahdzûrah diatas masih mutlak bisa mencakup dua adzan yaitu adzan pertama dan adzan kedua. Namun adzan yang kedua bukanlah adzan yang dimaksudkan dalam hadits tersebut. Terbukti dengan ada riwayat lain yang mempersempit pengertian hadits diatas yaitu :
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
Dan jika kamu mengumandang adzan diawal Subuh, maka katakanlah “asshalâtu Khairum Minan Naum”. Diriwayatkan oleh Abu Dâud, Nasâ’i, at Thahâwi dan lainnya dan riwayat ini ada dalam kitab Shahîh Abu Dâud no. 510-516.
Sehingga hadits ini mendukung hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. Oleh karena itu as-Shan’âni rahimahullah mengatakan dalam kitab Subulus Salâm (1/167-168), setelah menyampaikan lafadz Nasâ’i, “Dalam hadits ini ada taqyiid terhadap riwayat yang mutlak. Ibnu Ruslân rahimahullah berkata, “Ibnu Khuzaimah rahimahullah menshahîhkan riwayat ini. Ia mengatakan, ‘at-Tatswîb hanya disyari’atkan pada adzan fajar yang pertama, untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua, maka untuk pemberitahuan bahwa waktu shalat telah tiba dan mengajak shalat.”
Saya berkata (al-Albâni), “Berdasarkan penjelasan ini, maka kalimat ASH-SHALATU KHAIRUN MINAN NAUM tidak termasuk lafadz adzan yang disyari’atkan untuk mengajak orang shalat dan memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba, akan tetapi ia termasuk lafadz yang disyari’atkan untuk membangunkan orang tidur.”[2]
Kemudian Syaikh al-Albâni rahimahullah juga mengatakan, “Setelah menyampaikan hadits Abu al-Mahdzûrah Radhiyallahu anhu dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma diatas yang dengan tegas menunjukkan bahwa at-tatswîb itu ada pada adzan pertama, Imam Thahâwi rahimahullah mengatakan, ‘Ini adalah pendapat Abu Hanifah rahimahullah, Abu Yûsuf rahimahullah dan Muhammad rahimahullah.[3]
Pendapat Kedua : Menyatakan bahwa at-tatswîb dilakukan pada adzan Subuh artinya adzan kedua. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang tidak secara gamblang menyebutkan bahwa tatswîb itu dilakukan pada adzan awal. Sedangkan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa tatswiib itu dikumandangkan pada adzan pertama, maka adzan pertama dalam hadits-hadits itu difahami sebagai adzan pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat Shubuh. Karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
Diantara dua adzan itu ada shalat sunnah.
Inilah yang dirâjihkan oleh Komite Tetap Untuk Penelitian Islam dan Fatwa negara Saudi Arabia (Lajnatud Dâimah Lil Buhûts Ilmiyah Wal Iftâ)[4] dan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah. Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sekarang ini, ada sebagian orang mengira bahwa yang dimaksud dengan adzan yang mengandung dua kalimat ini (tatswib) adalah adzan sebelum masuk waktu Shubuh. Argumen mereka dalam masalah ini yaitu lafazh hadits yang bunyinya :
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّل لصلاة الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
Dan jika kamu mengumandangkan adzan pertama Shubuh, maka ucapkanlah ASH-SHALATU KHAIRUN MINAN NAUM
Mereka menganggap bahwa at-tatswîb hanya dilakukan pada adzan yang dikumandangkan di akhir malam yang mereka sebut sebagai adzan pertama. Dan mereka menyatakan bahwa at-tatswîb yang dilakukan saat adzan pertanda waktu shalat Shubuh telah masuk sebagai sebuah kebid’ahan.
Untuk menjawab argumen ini, kami mengatakan, dalam hadits itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ لصَلاَةِ الصُّبْح
Dan jika kamu mengumandangkan adzan pertama untuk shalat Shubuh
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan, “لصَلاَةِ الصُّبْح” (yang artinya untuh shalat Shubuh-red) dan sebagai sudah kita ketahui bersama bahwa adzan yang dikumandangkan diakhir malam itu bukanlah adzan untuk shalat subuh, namun fungsinya sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لِيُوقِظَ النَائِمَ وَ يَرْجِعَ القَائِم
Untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang bangun tahajjud (supaya istirahat mempersiapkan diri shalat Shubuh).
Sementara adzan shalat Shubuh tidak akan dikumandangkan kecuali setelah fajar Shubuh terbit. Kalau adzan Shubuh dikumandangkan sebelum terbit fajar, maka adzan itu bukan adzan Shubuh, berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ
Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan.
Dan sebagaimana sudah diketahui bahwa (kewajiban) shalat itu tidak datang kecuali setelah masuk waktunya. Kalau begitu, tinggal permasalahan pada lafadz hadits :
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ
Jika anda mengumandangkan adzan pertama …
Maka kami jawab, “Ini tidak ada masalah, karena adzan dalam bahasa arab bermakna pemberitahuan, demikian juga iqamah adalah pemberitahuan…. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
(Antara dua adzan ada shalat sunnah) dan yang dimaksud dengan dua adzan ini adalah adzan dan iqamat. Dalam shahîh Bukhâri terdapat pernyataan, “Dan Utsman z menambah adzan ketiga dalam shalat jum’at.” Padahal sudah diketahui bahwa dalam shalat Jum’at itu hanya ada dua adzan dan satu iqamah. Imam Bukhari menamakannya adzan ketiga. Dengan demikian, kesulitan dalam memahami permasalahan ini telah hilang dan jelas at-tatswîb itu dilakukan pada adzan shalat Shubuh.[5]
Bagaimana Pendapat Yang Râjih:
Penulis kitab Shahîh Fiqhus Sunnah menyatakan, “Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, ada yang menyebutkan at-tatswîb dengan tanpa menentukan waktu, apakah di adzan pertama ataukah pada adzan kedua; dan ada pula diantaranya yang menyebutkan dengan tegas bahwa tatswîb itu dilakukan pada adzan pertama. Namun tidak ada satu hadits pun yang menegaskan bahwa tatswîb dilakukan pada adzan kedua. Ini menunjukkan bahwa at-tatswîb disyari’atkan pada adzan pertama, karena tujuan adzan itu dikumandangkan untuk membangunkan orang tidur -sebagaimana penjelasan di depan terdahulu-. Sedangkan adzan kedua berfungsi untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan mengajak kaum Muslimin menunaikan shalat.
Dan sebagaimana diketahui bersama, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua muadzin (petugas adzan) untuk shalat Fajar; Yang pertama Bilâl Radhiyallahu anhu – dari dialah praktek at-tatswîb diriwayatkan-, dan kedua Ibnu Ummi Maktûm Radhiyallahu anhu. Bilal Radhiyallahu anhu yang bertugas mengumandangkan adzan pertama dan tidak ada satu riwayat pun yang menyatakan bahwa Ibnu Umi Maktûm melakukan at-tatswîb.[6]
Dengan demikian, kita bisa mengetahui perbedaan para ulama tentang at-tatswib ini dan masing memiliki dalil dan cara beristidlal. Oleh karena itu, meskipun kita mengambil pendapat pertama yang mengatakan bahwa tatswib dilakukan pada adzan pertama, namun kalau ada yang memiliki pendapat yang kedua, yaitu tatswîb pada adzan kedua, maka itu tidak termasuk perbuatan bid’ah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Shahîh Fiqhusl Sunnah, Abu Mâlik Kamâl bin Al Sayyid Sâlim, tanpa cetakan dan tahun, Maktabah at-Taufîqiyyah, Mesir. 1/283
[2] semua dinukil dari Tamâmul Minnah 146-147.
[3] Ibid 148.
[4] lihat Fatawa Lajnatid Dâimah LIl Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ 1/59-61 soal no. 1396 dan 2678.
[5] Syarhul Mumti’ 2/ 56-57
[6] Shahîh Fiqhus Sunnah 1/284
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4770-tatswiib-ashshaltu-khairun-minan-naum-dalam-adzan-subuh.html